MimbarNews.com - Ariswan menegaskan bahwa peringatan Hari Antikorupsi Sedunia pada tanggal 9 Desember 2025 menjadi ironi besar bagi Sumatera Utara. Ia menyatakan bahwa hingga kini Gubernur Sumatera Utara belum diperiksa oleh Komisi Pemberantasan Korupsi meskipun perkara Operasi Tangkap Tangan terhadap mantan Kepala Dinas PUPR Sumatera Utara telah memasuki tahap persidangan dan hakim yang mengadili perkara tersebut telah memerintahkan penuntut umum KPK untuk menghadirkan gubernur sebagai pihak yang perlu dimintai keterangan. Menurut Ariswan, kondisi ini menunjukkan bahwa pemberantasan korupsi di Indonesia masih jauh dari harapan.
Dalam keterangannya kepada media pada Selasa 9 Desember 2025, Koordinator Permada tersebut menyampaikan bahwa praktik penegakan hukum yang dijalankan saat ini seolah hanya sebatas formalitas. Ia menilai bahwa agenda pemberantasan tindak pidana korupsi yang kerap digaungkan pemerintah belum diwujudkan secara konkret. Ariswan menilai bahwa ketidaktegasan dalam memeriksa pejabat yang diduga memiliki relevansi dengan suatu perkara justru berpotensi menimbulkan ketidakpastian hukum serta mereduksi prinsip equality before the law sebagaimana dijamin dalam Pasal 27 ayat 1 Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Terkait penanganan perkara OTT mantan Kadis PUPR Sumut, Ariswan menyebut bahwa Undang Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK memberikan kewenangan penuh kepada lembaga antirasuah tersebut untuk melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap setiap orang yang diduga melakukan tindak pidana korupsi tanpa pengecualian jabatan. Ia menyoroti bahwa kewenangan tersebut mencakup pula kewajiban KPK untuk mendalami seluruh pihak yang berkaitan dengan peristiwa pidana, terutama apabila persidangan telah mengungkap adanya dugaan keterlibatan aktor lain. Ariswan menegaskan bahwa asas legalitas dan asas akuntabilitas penyidikan menuntut KPK untuk menuntaskan seluruh rangkaian peristiwa hukum tanpa menyisakan kekosongan atau ketidakseimbangan penindakan.
Dalam kesempatan yang sama, Ariswan juga mengkritisi Asta Cita pemerintahan Presiden Prabowo Subianto mengenai pemberantasan tindak pidana korupsi yang menurutnya tinggal sebatas wacana. Ia mengatakan bahwa pemerintah pusat selayaknya memberikan arahan tegas kepada aparat penegak hukum untuk memastikan setiap dugaan keterlibatan pejabat negara diperiksa secara transparan. Ariswan menilai bahwa agenda antikorupsi dalam konsep pembangunan nasional tidak akan bermakna apabila tidak diikuti dengan keberanian politik untuk menindak siapa pun tanpa pandang bulu dan tidak boleh tebang pilih.
Ariswan kemudian membandingkan kondisi tersebut dengan beberapa operasi tangkap tangan lain yang pernah dilakukan KPK, antara lain OTT di Kolaka Timur yang menjerat kepala daerah setempat serta OTT di Provinsi Riau yang juga berujung pada penetapan kepala daerah sebagai tersangka. Menurutnya, kedua peristiwa itu menunjukkan bahwa KPK memiliki preseden tindakan hukum yang jelas terhadap pejabat tinggi daerah. Karena itu, ia mempertanyakan alasan belum diperiksanya Gubernur Sumatera Utara dalam perkara yang kini telah memasuki tahap pembuktian di pengadilan. Ariswan menyatakan bahwa ketidakkonsistenan ini menimbulkan kekhawatiran publik bahwa penegakan hukum berjalan dengan standar ganda.
Mengakhiri pernyataannya, Ariswan menegaskan bahwa masyarakat Sumatera Utara membutuhkan proses hukum yang transparan, akuntabel, dan tidak berat sebelah. Ia berharap peringatan Hari Antikorupsi Sedunia bukan hanya seremoni tahunan, melainkan momentum bagi negara untuk menunjukkan komitmen nyata dalam melaksanakan pemberantasan korupsi tanpa kompromi.