Ariswan: Wakil Rakyat Jangan Menikmati Fasilitas Mewah Dengan Menggunakan Uang Rakyat Diatas Penderitaan rakyat

Sabtu, 13 September 2025 | 15:44:42 WIB
Koordinator Aliansi Peduli Penegakan Hukum (APPH), Ariswan

Medan — Di tengah gejolak harapan masyarakat akan perubahan nyata, suara kritis kembali menggema dari barisan pejuang keadilan. Ariswan, Koordinator Aliansi Peduli Penegakan Hukum (APPH), dengan tegas menyoroti ketimpangan kebijakan di tengah kondisi ekonomi rakyat yang semakin terjepit. 

Ia menanggapi tunjangan fantastis yang diterima oleh pimpinan dan anggota DPRD Sumatera Utara, yang nilainya mencapai Rp40 juta hingga Rp60 juta per bulan, di tengah janji program SPP gratis yang hingga kini belum kunjung dirasakan oleh para orang tua siswa SMA dan SMK Negeri di Sumut.

Menurut Ariswan, sangat ironis ketika rakyat masih harus berjibaku dengan beban biaya pendidikan, justru para wakil rakyat menikmati tunjangan perumahan yang tidak masuk akal. “Ini bentuk nyata pengkhianatan terhadap amanah rakyat. Saat rakyat berharap kemudahan hidup, wakil rakyat justru berlomba menikmati fasilitas mewah. Ini harus dihentikan,” ujarnya.

Lebih lanjut, Ariswan menuntut Gubernur Sumatera Utara agar segera mengevaluasi Peraturan Gubernur Nomor 7 Tahun 2021 yang menjadi dasar pemberian tunjangan tersebut. Ia menilai kebijakan itu sudah tidak relevan di tengah desakan efisiensi dan prioritas anggaran untuk kepentingan masyarakat luas. “Jika Presiden Prabowo saja menekankan efisiensi, mengapa DPRD Sumut justru bertahan dalam zona nyaman penuh kemewahan? Ini saatnya gubernur menunjukkan keberanian dan integritas,” tegasnya.

Ariswan juga menyinggung kondisi nasional yang belum lama ini dirundung gejolak sosial akibat kebijakan anggaran yang tidak berpihak kepada rakyat. Ia menilai bahwa fenomena tunjangan mewah untuk pejabat, termasuk di DPRD Sumut, merupakan potret buruk birokrasi yang kehilangan empati.

“Anggaran sebesar itu seharusnya bisa dialihkan untuk merealisasikan program pendidikan gratis yang hingga kini belum terlaksana. Nyatanya, siswa SMA/SMK Negeri di Sumatera Utara masih harus membayar uang SPP, padahal itu sudah menjadi program utama pemerintah daerah. Di mana letak keberpihakan kepada rakyat?” tanya Ariswan.

Tidak hanya itu, ia juga mengingatkan bahwa APBD Sumatera Utara tahun 2025 telah mengalami pergeseran anggaran yang berujung pada Operasi Tangkap Tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menjerat mantan Kepala Dinas PUPR Sumut. “Jika anggaran bisa digeser hingga menimbulkan masalah hukum, tidak mungkin evaluasi terhadap tunjangan rumah dinas anggota dewan tidak bisa dilakukan. Ini hanya soal kemauan politik,” tegasnya lagi.

Ariswan berharap DPRD Sumut tidak sekadar bersikap ‘setuju untuk dievaluasi’, tetapi benar-benar mendorong reformasi anggaran secara nyata. Ia mengingatkan bahwa kepercayaan publik terhadap lembaga legislatif sedang diuji, dan hanya sikap tegas, terbuka, serta berpihak pada rakyat yang bisa mengembalikan kehormatan mereka.

Di tengah gelombang kritik ini, APPH menyerukan agar seluruh elemen masyarakat turut mengawal kebijakan anggaran di Sumut, agar tidak lagi menyimpang dari semangat keadilan sosial. Karena pada akhirnya, tugas wakil rakyat adalah memperjuangkan suara rakyat, bukan menikmati fasilitas mewah dengan menggunakan uang rakyat di atas penderitaan mereka. **

Terkini